sumber. kaskus.co.id |
Salimah,
seorang tetangga sebelah yang masih punya hubungan kerabat, suatu sore
mengantarkan sebuah cerita: tentang karisma sebuah kentut! Salimah hanya
seorang perempuan kampung, ia tidak pernah mondok di pesantren, hanya sekedar ngaji
langgaran pada seorang kiai desa yang tak jauh dari kampungnya. Gairahnya untuk
belajar tidak kalah dengan teman-temannya yang lain, makanya ia aktif di
kegiatan kompolan-kompolan, yang biasanya selain berisi arisan, di
dalamnya juga ada pengajian.
Salah
satu kompolan pengajian yang ia ikuti diasuh oleh seorang nyai, sebutan
untuk istri seorang kiai, dari salah satu pesantren yang ada di wilayah timur
daya pulau Madura. Suatu hari, di rumah temannya yang mendapat giliran nangga’
(menjadi tuan rumah), di tengah-tengah pembacaan kitab oleh sang nyai,
bersamaan dengan khusyu’nya para jamaah, suasana pengajian tiba-tiba dikacaukan
oleh suara kentut yang begitu jelas. Ya, bunyi kentut, jelas sekali.
Semua
mata hanya tertuju pada seseorang, yang menjadi sumber kentut berasal. Orang-orang
hanya mampu memandang, bercampur heran, tanpa ada suara apapun untuk bertanya. Kecuali
sang nyai yang seketika mencolek santri abdi dhalem yang duduk di
sebelahnya, santri yang biasa mengantarkannya ke kompolan pengajian.
“Hei,
kamu kok kentut sembarangan! Ini kan kompolan!”, protes sang nyai kepada
santrinya. Si santri hanya diam menunduk. Ada desiran-desiran di hati dan
pikirannya yang mendesak ingin keluar, tapi ia berusaha mengunci mulutnya untuk
tetap diam saja. Ia tak ingin dibilang cangkolang, apalagi hanya oleh sekedar
kentut. Ia buka lebar-lebar hatinya untuk menanggung malu oleh tuduhan gurunya.
Sementara
puluhan pasang mata tak bisa dibohongi: mereka tetap terus memandang ke sumber
asal kentut yang tak terduga itu. Bahkan mereka semakin heran saja dengan
tingkah sang nyai, yang tampak tidak sekedar salah tingkah, tapi benar-benar
bertingkah salah. Usai kompolan pengajian, baru perbincangan
meledak-ledak dari mulut ke mulut, sampai terus dibawa pulang oleh jamaah
masing-masing.
“Aku
benar-benar kasihan sama santrinya itu. Kok bisa ya, si nyai yang kentut
sendiri tapi santrinya yang dituduh?”, ujar Salimah menutup ceritanya. Di wajahnya
tergores tanda tanya besar, tentang kentut seorang nyai, di saat beliau sedang ngajarin
jamaahnya mengaji.
Jangan
Kentut di Mulut
Kentut
adalah bagian penting dari proses metabolisme tubuh. Kentut adalah sebuah
produk atau out put yang memang harus dikeluarkan dari lubang khusus
yang secara defaut sudah disediakan oleh Tuhan. Kentut adalah peristiwa
yang wajar, bahkan kentut menyehatkan. Sehabis menjalani operasi medis
tertentu, kentut sangat diharapkan dan ditunggu-tunggu kehadirannya. Di saat-saat
tertentu pula, kentut dapat menjadi anugerah yang penuh berkah.
Hanya
saja, diperlukan sedikit kewaspaan dan kemampuan membaca suasana, ruang dan
waktu, kapan sebaiknya kentut dikentutkan. Jangan sampai ada kesan ngentuti,
jelas itu pelanggaran etika yang sulit ditoleransi. Hal yang wajar akan menjadi
sangat tidak wajar, bila tidak tepat konteksnya. Kentut punya konteks
tersendiri dalam kebudayaan orang-orang Madura.
Di
zaman sekarang, kentut dapat berkembang sedemikian rupa dengan beragam jenis
dan wujdunya. Bukan hanya secuil angin berbau tak sedap yang keluar dari dubur.
Segala yang bau, baik berupa kata-kata atau ucapan seseorang, meskipun keluar
dari mulut, akan ditengarai sebagai kentut, karena sama-sama bikin orang lain
merongok.
Para
sesepuh di Madura selalu memberi nasehat: jangan sampai mulutmu sama dengan
duburmu, bisanya cuma ngeluarin kentut, kentut berupa angin dan kentut berupa
ucapan. Pak D. Zawawi Imron pernah menulis puisi yang memuat satu lirik bahwa
dubur ayam yang mengeluarkan telur lebih mulia dari mulut intelektual yang
hanya menjanjikan telur. Apalagi mulut orang yang hanya mengeluarkan kentut,
berupa kata-kata kotor yang dipoles oleh kebencian dan dendam yang tak
berkesudahan.
Kentut
di mulut lebih berbahaya dari pada kentut di dubur. Pertengkaran dan permusuhan
yang mudah terjadi belakangan ini meruapakan salah satu implikasi logis dari
kentut banyak mulut yang lepas dari kendali akal sehat. Orang begitu mudah
mencaci, menyalahkan dan menyebarkan kebencian antar tetangga dan golongan,
tanpa ada upaya untuk lebih berhati-hati dalam menjaga diri dan tali kasih
sesama saudara. Jangankan berbuat salah, baru saja dianggap salah karena perbedaan
pandangan, kabar buruknya sudah tersebar ke segala ruang melebihi angin
berhembus.
Kenalilah
Kentutmu
Namannya
Sunawi, seorang teman masa kecil yang suatu malam pernah bikin geger di
langgar, saat para santri sibuk mengaji. Ada suara khas yang keluar dari tubuh
Sunawi, yang menyeruak di tengah gemuruh suara anak-anak mengaji. Sang kiai
langsung bertanya tegas: “Siapa yang kentut?”, sebagian santri yang duduk di
dekat Sunawi langsung menjawab serentak: “Sunawi, kiai…!”.
Keadaan
berubah jadi sunyi. Sang kiai menasehati semua santrinya: kentut adalah
anugerah bagi pemiliknya, tapi petaka bagi orang di sekelilingnya. Bahkan sang
kiai bercerita bahwa dulu pernah ada seorang suami yang menceraikan istrinya,
gara-gara si istri berkentut di depan banyak orang saat menghadiri undangan. Kentut
benar-benar memalukan. Kentut yang dilepaskan sembarangan, menempati ruang yang
rendah dalam ajaran kebudayaan orang-orang Madura.
Kentut
adalah simbol dari sebuah perbuatan yang hanya mementingkan diri sendiri. Perbuatan
apapun yang berpotensi sama dengan kentut, hanya boleh dilakukan di saat
seorang diri. Selama masih berada dalam lingkaran sosial, maka perbuatan yang
mendatangkan kemaslahatan bersama harus lebih didahulukan. Jangan sampai
menjadi orang egois, dalam terminologi budaya Madura dikenal dengan sebutan: ngala’
kareppa dibi’ (ikut kemauannya sendiri).
Kenalilah
kentutmu, beserta segala variabel dan benang merahnya. Dengan begitu, kentut
akan menemukan konteks yang tepat, kapan dan di mana ia hendak dikeluarkan. Bermula
dari kentut, segala kepentingan dan keinginan serta nafsu pribadi, harus dipahami
betul momentumnya. Hampir setiap petaka sosial selalu bermula dari obsesi dan
ambisi pribadi.
Mengedepankan kepentingan orang lain adalah
bagian tak terpisahkan dari kehidupan masyarakat Madura. Biar sedikit sakit
perut karena nahan kentut, bukan menjadi masalah besar, demi kebaikan bersama. Sikap
semacam ini harus dimunculkan ulang dalam kehidupan sehari-hari, mengingat
begitu banyaknya kentut yang berkeliaran dari orang-orang yang hatinya penuh
rasa dengki dan benci.
Ares Tengah, 01 Januari 2017
Tidak ada komentar:
Posting Komentar