sumber: hipwee.com |
A. Pendahuluan
Manusia
sebagai makhluk terbaik yang Tuhan ciptakan memiliki dua potensi sebagai modal
utama menjalankan tugas kekhalifahan di bumi, yaitu potensi jasmani dan rohani.
Berangkat dari kedua potensi tersebut, seorang manusia dapat tumbuh dan
berkembang. Pertumbuhan dan perkembangan adalah perkembangan merupakan gejala
perubahan dalam tubuh manusia, baik yang bersifat kuantitatif, maupun
kualitatif[1].
Perkembangan, sebagaimana yang
menjadi objek bahasan dalam tulisan ini, memiliki beberapa konsep dasar dan
teori-teori yang beragam, tergantung pada sudut pandang dan keilmuan para tokoh
pencetusnya. Para ahli psikologi mencoba mengungkapkan berbagai konsepsi yang
menggambarkan mekanisme perubahan yang dialami manusia sepanjang masa
perkembangannya. Masing-masing konsep dan teori yang dikemukakan mempunyai asumsi
dan cara pandang yang berbeda, sehingga tidak ada alasan bagi masyarakat untuk
sepenuhnya mengikuti salah satu konsep dan teori secara murni, mengingat tidak
ada konsep dan teori yang berlaku obyektif untuk semua kondisi perkembangan
manusia.
Secara
umum, dapat diartikan bahwa perkembangan merupakan pola perubahan yang dimulai
pada saat konsepsi (pembuahan) dan berlanjut di sepanjang rentang kehidupan[2].
Hal tersebut menujukkan bahwa ada beberapa unsur dalam diri manusia yang
senantiasa mengalami perubahan-perubahan, baik yang bersifat sistematis
(berkesinambungan dan terorganisir) atau adaftif (penyesuaian dengan
kondisi-kondisi tertentu.
B. Konsep
Dasar Perkembangan
1. Pertumbuhan
Pertumbahan
merupakan salah satu dimensi yang terdapat dalam konsep perkembangan.
Pertumbungan (growth) pada hakikatnya merupakan sebuah gerak perubahan
ukuran yang bersifat biologis, karena istilah pertumbuhan memang lazim
digunakan dalam ilmu biologi.
Secara
sederhana, pertumbuhan dalam konteks perkembangan, dapat didefinisikan sebagai
perubahan-perubahan yang bersifat kuantitatif, yaitu peningkatan dalam ukuran
dan struktur, seperti pertumbuhan badan, pertumbuhan kaki, kepala, jantung,
paru-paru, dan sebagainya[3].
Dengan demikian, tidak tepat jika dikatan pertumbuhan ingatan, pertumbuhan
berpikir, pertumbuhan kecerdasan dan sejeninya, sebab semuanya merupakan
perubahan fungsi-fungsi rohaniyah.
2. Kematangan
Berdasarkan
hasil penelitian dan kajian-kajian empirik, dapat diketahui bahwa pertumbuhan
dan perkembangan pada umumnya berjalan selaras dan pada tahap-tahap tertentu
menghasilkan suatu “kematangan”, baik kematangan jasmani maupun kematangan mental
(rohani)[4].
Kematangan
mula-mula merupakan suatu hasil dari pada adanya perubahan-perubahan tertentu
dan penyesuaian struktur pada diri individu. Seperti adanya kemaangan
jaringan-jarigan tubuh, syaraf, dan kelenjar-kelenjar yang disebut dengan kematangan
biologis. Kematangan terjadi pula pada aspek-aspek psikis yang meliputi keadaan
berpikir, rasa, kemauan, dan lain-lain, serta kematangan pada aspek psikis ini
yang memerlukan latihan-latihan tertentu.
Jadi,
kematangan itu sebenarnya merupakan suatu potensi yang dibawa individu sejak
lahir, timbul dan bersatu dengan pembawaannya serta turut mengatur pola
perkembangan tingkah laku individu.
3. Perubahan
Perkembangan
mengandung perubahan-perubahan, tetapi bukan berarti setiap perubahan bermakna perkembangan.
Perubahan-perubahan tidak harus selalu mempengaruhi proses perkembangan
seseorang secara simultan dan otomatis. Perubahan-perubahan dalam perkembangan
bertujuan untuk memungkinkan orang menyesuaikan diri dengan lingkungan dimana
ia hidup. Untuk mencapai tujuan ini, realisasi diri atau yang biasanya disebut
“aktualisasi diri” merupakan faktor yang sangat penting[5].
Tujuan ini dianggap suatu dorongan untuk melakukan sesuatu yang tepat, untuk menjadi
manusia seperti yang diinginkan baik secara fisik maupun psikis
Realisasi diri memainkan peranan
penting dalam kesehatan jiwa seseorang. Orang yang menyesuaikan diri dengan
baik secara pribadi dan sosial, akan mempunyai kesempatan untuk mengungkapkan
minat dan keinginannya dengan cara-cara yang memuaskan dirinya. Namun pada saat
yang sama, ia harus menyesuaikan dengan standar-standar yang diakui bersama,
kurangnya kesempatan untuk mengaktualisasikan diri, akan menimbulkan kekecewaan
dan sikap-sikap negatif terhadap orang lain, serta terhadap kehidupan pada
umumnya.
C. Teori
Perkembangan
Terdapat
sejumlah teori perkembangan yang dicetuskan oleh beberapa tokoh psikologi, di
antaranya adalah :
1. Teori Psikoanalisis
Teori ini diperkenalkan oleh
Sigmund Freud yang menunjukkan bahwa perkembangan jiwa (perilaku) manusia
merupakan hasil interaksi dari tiga sub-sistem dalam kepribadian manusia: id,
ego dan superego[6]. Berdasarkan
teori ini, jiwa manusia memiliki struktur yang utuh dan membentuk satu kesatuan
yang paten, bukan sebagai unsur yang terpisah-pisah.
Id,
sebagai bagian dari struktur jiwa, merupakan wilayah kepribadian yang menampung
dorongan-doronan bilogis, baik yang bersifat kontruktif (libido/eros), atau
yang bersifat destruktif (thanaos). Sub-sistem kedua, ego, berfungsi
menjembatani antara tuntunan id dengan realitas di luar melalui jalinan yang
rasional. Sedangkan superego, merupakan hati nurani yang merupakan
internalisasi norma-norma sosial dan kultural masyarakat, sehingga ia mewakili
hal yang ideal.
2. Teori Perkembangan Kognitif
Teori ini
ditemukan dan diperkenal oleh Pakar psikologi Swiss terkenal Jean Piaget
(1896-1980), yang mengatakan bahwa cara anak mempelajari, mengingat, mendengar,
dan menamati dunia di sekitar mereka tidaklah pasif: mereka memiliki rasa ingin
tahu mengena dunia di sekitar mereka dan secara aktif mencari informasi yang
dapat membantu mereka memahami serta mengerti situasi di sekita mereka[7].
Dengan kata lain, anak-anak membangun secara aktif dunia kognitif mereka
sendiri, sehingga pengetahuan bukan hanya berupa informasi yang sekedar
dituangkan ke dalam pikiran mereka dari lingkungan, tanpa melalui proses
pengulahan secara kognisi.
Lebih
lanjut, Piaget mengungkapkan bahwa dalam diri makhluk hidup terdapat pola
perilaku yang terorganisasikan dengan baik yang disebut skema. Skema tersebut
disesuaikan dengan lingkungannya melalui 2 cara, ialah: asimilasi dalam bentuk
mempersepsi dan menafsir informasi dari lingkungannya sebagai bentuk
pengetahuan baru, dan akomodasi dalam bentuk restrukturisasi organisasi mental
agar informasi yang baru tersebut dapat diterima[8].
Asimilasi
terjadi ketika individu menggabungkan informasi baru ke dalam pengetahuan
mereka yang sudah ada. Akomodasi terjadi ketika individu menyesuaikan diri
dengan inforrmasi baru. Perhatikan suatu keadaan di mana seorang anak perempuan
berusia 7 tahun diberi palu dan paku untuk menggantung gambar di dinding. Ia
belum pernah menggunakan palu, tetapi dari pengamatan dan pengalaman orang lain
ia mengetahui bahwa palu adalah obyek yang harus dipegang, yang diayun dengan
tangkai untuk memukul paku, dan yang biasanya diayun beberapa kali. Dengan
mengenal kedua benda itu, ia menyesuaikan perilakunya dengan informasi yang
sudah ia miliki (asimilasi). Akan tetapi, palu berat, sehingga ia memegangnya
di bagian ujung. Ia mengayun terlalu keras dan paku bengkok, sehingga ia
menyesuaikan tekanan pukulannya. Penyesuaian ini memperlihatkan kemampuannya
untuk sedikit mengubah konsepnya tentang dunia (akomodasi).
3. Teori Belajar (Konsepsi Asosiasi)
Inti dari
konsepsi asosiasi adalah bahwa hakekat perkembangan adalah proses asosiasi,
dimana bagian-bagian mempunyai nilai yang lebih penting dari keseluruhan. Dalam
perkembangannya anak-anak pada mulanya mempunyai kesan sebagian-sebagian, kemudian
melalui proses asosiasi bagian-bagian tersebut akan membentuk menjadi suatu
keseluruhan. Banyak tokoh terkenal penganut konsepsi ini diantaranya yaitu:
John locke (dengan teori tabularasa), Thorndike (denga teori conectionisme),
J.B Watson dengan Teori Behaviriosme, dan Ivan Pavlov dengan teori
Conditiononing Reflect.
Menurut Ivan Pavlov (1849-1936), proses pembelajaran terjadi ketika
sebuah stimulus netral (stimulus yang belum menghasilkan respon tertentu)
dipasangkan secara teratur dengan sebuah stimulus tidak terkondisi selama
beberapa kali (berulang-ulang)[9].
Stimulus netral akan berubah menjadi stimulus yang terkondisi, yang kemudian
menghasilkan sebuah proses pembelajaran atau respon terkondisi, yang biasanya
serupa dengan respons alamiah yang tidak perlu dipelajari.
D. Penutup
Perkembangan merupakan proses perubahan-perubahan dalam diri
individu di sepanjang kehidupannya, yang bersifat kualitatif dan dnyatakan
dalam bentuk verbal. Teori dasar yang berkaitan dengan perkembangan adalah pertumbuhan,
kematangan dan perubahan, sedangkan teori-teori perkembangan, yang paling
penting di antaranya adalah teori psikoanalisis, teori kognitif dan teori
belajar.
E. Daftar Pustaka
Baharuddin.
2010. Pendidikan dan Psikologi Perkembangan. Yogyakarta: Ar-Ruzz Media
Desmita.
2010. Psikologi Perkembangan Peserta Didik. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya
Hildayati, RIni. 2013. Psikologi Perkembangan Anak.
Tangerang Selatan: Universitas Terbuka
Latipah, Eva. 2012. Pengantar
Psikologi Pendidikan. Yogyakarta: Pedagogia
Mu’in, Fatchul. 2011. Pendidikan Karakter:
Konstruksi Teoritik dan Praktik. Yogyakarta: Ar-Ruzz Media
[1] Baharuddin, Pendidikan dan Psikologi Perkembangan, (Yogyakarta:
Ar-Ruzz Media, 2010), hal. 65
[2] Rini Hildayati, Psikologi Perkembangan Anak, (Tangerang
Selatan: Universitas Terbuka, 2013), hal. 3
[3] Desmita, Psikologi Perkembangan Peserta Didik, (Bandung: PT.
Remaja Rosdakarya, 2010), hal. 10
[4] Ibid. hal. 11
[5] Ibid. hal. 13
[6] Fatchul Mu’in, Pendidikan Karakter: Konstruksi Teoritik dan
Praktik (Yogyakarta: Ar-Ruzz Media, 2011), hal. 182
[7]
Rini Hildayani, ………….. Hal. 64
[8]
Ibid. Hal. 66
[9] Eva Latipah, Pengantar Psikologi Pendidikan, (Yogyakarta:
Pedagogia, 2012), hal. 72
Tidak ada komentar:
Posting Komentar